Revitalisasi Tradisi Lisan: Rejang Lebong, Panggung Suara Pusaka dari Bumi Bengkulu

Daftar Isi

Revitalisasi Tradisi Lisan: Rejang Lebong, Panggung Suara Pusaka dari Bumi Bengkulu

KABUK.ID
- Ada suasana berbeda di Lapangan Setia Negara, Curup, sejak Jumat, 31 Oktober 2025 dan 1 November 2025. Di bawah langit malam yang teduh, suara pantun, dendang, dan tutur dari berbagai daerah di Bengkulu bersahutan, seolah memanggil kembali roh kebudayaan yang lama tertidur. 

Hari itu, Kabupaten Rejang Lebong resmi menjadi tuan rumah Event Revitalisasi Tradisi Lisan se-Provinsi Bengkulu Tahun 2025.

Kehadiran Bupati Rejang Lebong, Muhammad Fikri Thobari, bersama Ketua TP PKK Ny. Intan Larasita Fikri, dan Sekda Elva Mardiana, menandai dimulainya sebuah perayaan budaya yang bukan hanya seremonial, tapi langkah nyata untuk meneguhkan identitas daerah lewat suara leluhur.

Turut hadir pula Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VII, Iskandar Mulia Siregar, jajaran Forkopimda, dan kepala OPD se-Rejang Lebong. Sementara peserta datang dari sembilan kabupaten dan satu kota di Provinsi Bengkulu.

“Nyambei”, Tradisi yang Menggema ke Nusantara

Rejang Lebong bukan tanpa alasan terpilih sebagai tuan rumah. Pada 10 Oktober lalu, tradisi lisan Nyambei, sebuah bentuk sastra tutur khas Rejang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia. Penetapan ini seperti pengakuan resmi bahwa dari lembah-lembah di kaki Bukit Kaba, masih bergema suara pusaka yang menyimpan nilai kearifan.

Dalam sambutannya, Bupati Fikri mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih kepada semua pihak yang telah mempercayakan Rejang Lebong menjadi pusat kegiatan ini.

“Tradisi lisan seperti Nyambei bukan sekadar cerita dari masa lalu, melainkan suara pusaka, suara hati leluhur kita yang menyimpan nilai-nilai kearifan, etika sosial, dan sejarah yang membentuk identitas masyarakat Bengkulu,” ujar Bupati.

Tema tahun ini, “Pesona Swara Pusaka: Lisan Daerah, Suara Nusantara”, terasa begitu kuat. Ia bukan hanya slogan, tapi pesan yang menegaskan bahwa pelestarian budaya bukan tugas masa lalu, melainkan amanah masa depan.

Panggung untuk Pewaris Budaya

Bupati Fikri juga mengajak seluruh pihak menjadikan event ini sebagai momentum memperkuat komitmen pelestarian budaya. Pemerintah daerah, katanya, mesti serius mencatat dan melindungi setiap bentuk warisan tak benda. Komunitas budaya, perlu terus berkreasi dengan cara-cara baru agar tetap relevan di mata generasi muda.

Dan bagi anak-anak muda Rejang Lebong yang tumbuh di tengah dunia digital, Fikri berpesan agar tidak melupakan akar mereka.

“Mari kita jadikan Lapangan Setia Negara sebagai panggung kehormatan bagi para pewaris dan pelaku tradisi lisan,” serunya, sebelum resmi membuka kegiatan.

Lebih dari Sekadar Pertunjukan

Sementara itu, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VII, Iskandar Mulia Siregar, menegaskan bahwa kegiatan ini bukan sekadar hiburan, melainkan ruang hidup bagi identitas budaya Bengkulu.

“Tradisi lisan adalah suara pusaka yang sangat rentan terhadap kepunahan. Di sinilah pentingnya kita hadir untuk memastikan nilai-nilai itu tidak hilang bersama waktu,” ungkap Iskandar.

Kegiatan yang berlangsung dua hari ini menghadirkan lebih dari seratus komunitas budaya. Dari pantun, dendang, sampai sastra tutur khas daerah. Setiap penampilan bukan hanya menghibur, tapi juga mengingatkan bahwa di balik kemajuan zaman, ada akar yang harus terus disirami: kebanggaan akan jati diri budaya sendiri.

Revitalisasi Tradisi Lisan: Rejang Lebong, Panggung Suara Pusaka dari Bumi Bengkulu
WBTB Nyambei dari Rejang Lebong 


Catatan Kecil

Di tengah gemuruh musik tradisi dan tepuk tangan penonton, terasa ada sesuatu yang lebih dalam. Revitalisasi bukan hanya soal melestarikan, tapi juga mendengarkan kembali. Mendengarkan suara-suara lama yang mengajarkan tentang kesantunan, kebersamaan, dan cara hidup yang selaras dengan alam.

Rejang Lebong hari ini tidak hanya menjadi tuan rumah. Ia menjadi penjaga suara pusaka, agar tetap hidup, dinyanyikan, dan diwariskan ke generasi berikutnya.***