Teater Senyawa Curup Luncurkan Buku Antologi Naskah Drama “Kabuk”, Angkat Mitologi dan Folklor Rejang ke Panggung Modern

Daftar Isi

Teater Senyawa Curup Luncurkan Buku Antologi Naskah Drama “Kabuk”, Angkat Mitologi dan Folklor Rejang ke Panggung Modern
Launching Buku Kabuk

KABUK.ID
- Sanggar Teater Senyawa Curup punya kabar seru. Bersama Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah VII Bengkulu - Lampung, mereka resmi meluncurkan sebuah buku antologi naskah drama yang isinya benar-benar segar, kumpulan 10 naskah drama berbasis mitologi dan folklor masyarakat Rejang, ditulis oleh 10 penulis muda dengan gaya dan sudut pandang masing-masing.

Lahir dari Lokakarya Tiga Bulan, Diikuti Penulis Lintas Generasi

Peluncuran buku ini bukan proses instan. Sebelumnya, Teater Senyawa menggelar lokakarya penulisan naskah drama selama tiga bulan. Pesertanya unik, gabungan penulis lintas generasi, mulai dari milenial sampai Gen Z.

Karena itu, hasil naskahnya pun terasa berwarna. Meski semua berbasis tradisi Rejang, gaya penulisannya lebih modern. 

Masing-masing penulis mengadaptasi cerita rakyat sesuai cara bercerita mereka sendiri, hasilnya tetap klasik, tapi dibawakan dengan sentuhan kekinian, sesuai dengan selera generasi muda.

Lokakarya ini dimentori oleh para praktisi berkompeten yang sudah berkecimpung lama di dunia penulisan dan teater:

- Adhira Pratama Iriyanto – sastrawan dan seniman teater, alumni S-2 ISBI Bandung

- Ikshan Irianto – dosen Fakultas Seni Pertunjukan Universitas Jambi

- Iman Kurniawan – penulis dan kontributor TVRI

Dari proses tiga bulan tersebut lahirlah buku antologi berjudul “Kabuk”, yang dalam bahasa Rejang berarti fajar menjelang pagi, simbol awal baru.

Apresiasi dari BPK Wilayah VII

Pamong Budaya Ahli Madya BPK Wilayah VII, Rois Leonard Arios, turut mengapresiasi kegiatan ini. Menurutnya, karya semacam ini adalah langkah kreatif untuk mengenalkan budaya Rejang kepada generasi muda dengan cara yang lebih relevan.

Kenapa Harus Ada Buku Ini?

Ketua Teater Senyawa, Adhira Pratama, menjelaskan bahwa gagasan membuat buku ini lahir dari satu kegelisahan, selama ini nyaris tidak ada naskah drama yang secara khusus mengangkat budaya Rejang.

“Kita punya banyak cerita, mitologi, dan tradisi. Sayang kalau tidak diolah menjadi karya pertunjukan,” katanya.***