Mengunjungi Rumah Masa Kecil Kakek Artis Ashanty Prof Abdullah Siddik di Curup Rejang Lebong

Daftar Isi
Mengunjungi Rumah Masa Kecil Kakek Artis Ashanty Prof Abdullah Siddik di Curup Rejang Lebong
Duduk di bawah kakek buyut Ashanty, H.M Saleh dan Mastipa, serta H Sutimah Siddik

KABUK.ID - Di balik gemerlap panggung musik dan sorotan kamera, ada kisah yang jarang terdengar dari seorang Ashanty, penyanyi terkenal sekaligus istri dari musisi Anang Hermansyah. 

Tak banyak yang tahu, perempuan elegan itu ternyata mewarisi darah bangsawan Bengkulu, cucu dari Prof. KH. Abdullah Siddik, seorang tokoh intelektual yang pernah menjadi kepercayaan Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.

Perjalanan jejak keluarga ini membawa kita menembus waktu, menuju sebuah kota kecil di lereng Bukit Barisan, Curup, Kabupaten Rejang Lebong. Di sanalah masa kecil KH. Abdullah Siddik dihabiskan, jauh sebelum cucunya menjadi ikon hiburan tanah air.

Rumah Kayu di Tengah Gedung Bertingkat

Di antara deretan toko modern dan gedung bertingkat tiga Pasar Tengah Curup Rejang Lebong, berdirilah sebuah rumah tua dari papan kayu, rumah masa kecil sang kakek Ashanty.

Bangunannya sederhana, berukuran sekitar 10 x 24 meter, dua lantai, dan masih tegak dengan segala keaslian masa lalunya. Rumah itu kini dimiliki oleh Nel, cucu dari Achmad Marzuki, saudara kandung KH. Abdullah Siddik.

Baca Juga: Prof. Abdullah Siddik: Tokoh Intelektual dari Bengkulu yang Tidak Banyak Diketahui Generasi Muda

Meski lingkungan sekitarnya telah berubah drastis, keluarga besar memilih mempertahankan rumah tersebut apa adanya. 

“Ini rumah tua, banyak kenangan keluarga di sini. Kalau lebaran, semuanya kumpul di sini,” ujar Reni, keponakan Nel yang kini tinggal di rumah itu.

Rumah itu seolah menjadi penanda waktu. Di dalamnya, tersimpan cerita tentang H. Moehammad Saleh dan Mastipa, orang tua KH. Abdullah Siddik. Sang ayah dikenal sebagai guru silat sekaligus pengusaha, yang juga aktif menyebarkan ajaran Islam di Curup. 

Sedangkan ibunya, Mastipa, adalah keturunan Edward Coles, gubernur Inggris terakhir di Benteng Marlborough Bengkulu.

Mengunjungi Rumah Masa Kecil Kakek Artis Ashanty Prof Abdullah Siddik di Curup Rejang Lebong
Rumah masa kecil Profesor Abdullah Siddik, kakek artis Ashanty


Darah Bangsawan dan Jejak Sejarah

Kisah leluhur Ashanty melintasi batas budaya dan sejarah. Dari garis ibunya, mengalir darah Louis de Buys, seorang bangsawan Belanda, sekaligus keturunan Pangeran Pagaruyung dari suku Gumai. 

Sementara dari pihak ayah, mengalir darah ulama dan diplomat, Prof. KH. Abdullah Siddik, tokoh penting yang berperan di masa-masa awal republik.

Lahir di Muara Aman, 13 Juni 1913, Abdullah Siddik tumbuh sebagai sosok intelektual Muslim. Ia aktif di organisasi Jong Islamieten Bond bersama Agus Salim, pernah menjabat Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan, hingga dipercaya menjadi pemimpin Sekretariat Komisaris Pemerintahan Pusat di Bukittinggi tahun 1948.

Bahkan, dalam catatan sejarah, beliau dikenal dekat dengan Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, dan kerap mendampingi sang proklamator dalam sejumlah urusan kenegaraan.

Dari Curup ke Jakarta, dari Masa Lalu ke Masa Kini

Kisah ini bukan sekadar nostalgia keluarga selebritas. Ia adalah pengingat bahwa Curup dan Bengkulu menyimpan banyak warisan sejarah yang diam-diam terhubung dengan wajah-wajah besar negeri ini.

Dari rumah kayu tua di Pasar Tengah, mengalir kisah tentang ilmu, perjuangan, dan cinta tanah air yang tak pernah padam, bahkan ketika keturunannya kini hidup dalam sorotan lampu dan kamera.

Ashanty mungkin dikenal sebagai bintang musik, tetapi di balik senyumnya tersimpan denyut sejarah yang berakar dari bumi Rejang Lebong.***

Posting Komentar