Kisah Kopi Cang Eng dari Rejang Lebong: Aroma Tradisi dari Jejak Langkah yang Tak Pernah Menyerah
![]() |
| Ruang pengepakan Kopi Bubuk Cang Eng |
KABUK.ID - Siapa yang tak mengenal Kopi Bubuk Cang Eng Cap Bangau Mas? Kopi legendaris dengan aroma tajam yang langsung memantik kenangan.
Dari sebuah desa di lereng perbukitan Rejang Lebong, Desa Air Bening, kisah panjang kopi ini tertulis. Sebuah cerita yang bermula dari langkah sederhana seorang lelaki bernama Cang Eng.
Di tengah suara dinamo mesin roasting yang menderu, beberapa pekerja tampak sibuk mengolah biji kopi.
Api dijaga dengan penuh kesungguhan, seolah ada ruh sejarah yang tak boleh padam. Tradisi yang sudah melekat dalam setiap bubuk kopi yang mereka hasilkan: konsisten, penuh cinta, dan mengakar kuat sebagai warisan.
Namun, jauh sebelum aroma harum ini memenuhi banyak dapur rumah warga, kisahnya tak semanis legitnya secangkir kopi yang kita nikmati hari ini.
Cang Eng bukanlah pebisnis besar saat memulai semuanya. Ia hanyalah seorang pendulang emas di Kabupaten Lebong.
Hingga ekonomi yang tak bersahabat mempertemukannya dengan jalan hidup yang baru. Tahun 1986, ia memutuskan pindah ke Desa Air Bening.
Di sanalah ia melihat potensi kopi—komoditas lokal yang masih menunggu disentuh tangan kreatif.
Dengan peralatan seadanya, ia meracik kopi pertama buatannya. Ia menampung hasil kebun petani sekitar, menggilingnya, lalu menjual dari rumah ke rumah.
Dengan beronang besar atau getoa, sebutan masyarakat Rejang, ia memanggul kopi bubuknya, berjalan kaki dari Desa Air Dingin, Rejang Lebong menggunakan angkutan umum mampir di Tes Kabupaten Lebong, lalu terus melangkah dengan berjalan kaki menuju Muara Aman.
Langkah-langkah yang mungkin melelahkan, tetapi tak pernah menghentikan semangatnya.
“Mak kami selalu bilang, kopi Wak Cang eng paling enak,” kenang salah satu warga yang masih ingat betul masa itu.
“Dan jika beliau tak mampir, kami mulai bertanya-tanya. 'Kenapa Wak Cang Eng' belum datang ya?" ujar salah satu pelanggan Cang Eng.
Maka, kopi Cang Eng sejatinya lahir dari perjalanan panjang. Dari keringat yang menetes di jalanan yang menanjak. Dari tangan yang tak kenal menyerah.
Ketika takdir memanggilnya kembali ke Sang Pencipta, usaha itu diteruskan oleh anaknya, Haji Yanyun.
Di tangan Haji Yanyun, Kopi Bubuk Cang Eng terus berkembang, namanya makin banyak disebut. Produksi meningkat, kopi Cang Eng makin akrab di lidah masyarakat Rejang Lebong dan sekitarnya.
Kini, tongkat estafet usaha itu berada di genggaman cucunya, Hendrik. Ia membawa cita rasa warisan ini lebih maju.
Kemasan dibuat lebih modern, teknologi dipertahankan tanpa menghilangkan kearifan peracikan rasa. Dua varian kini dikenalkan: kopi bubuk biasa dan premium petik merah.
Jangkauannya pun meluas. Tak hanya di Curup, tetapi juga Kota Bengkulu, Lebong, Kepahiang, Bengkulu Utara hingga Lubuklinggau Sumatera Selatan. Bahkan varian premiumnya telah menembus pasar Pulau Jawa.
Kopi Bubuk Cang Eng adalah cerita tentang warisan. Tentang keluarga yang menjaga api kecil agar tetap menyala. Tentang sebuah cita rasa yang lahir dari kegigihan.
Dan setiap tegukan kopi ini mengingatkan kita pada satu hal: Bahwa tidak ada usaha yang besar tanpa langkah kecil yang berani untuk memulai.
Almarhum Cang Eng, lelaki yang mengajarkan bahwa kerja keras dan ketekunan bisa menjadi aroma kebanggaan bagi sebuah daerah.***
